B. Pengolahan Citra SPOT4
- Koreksi Geometrik
Sebelum citra ini didistribusikan, distorsi geometrik yang bersifat sistematik sudah dikoreksi oleh pengelola satelit. Hal ini disebabkan parameter-parameter kalibrasi hanya diketahui oleh pemilik satelit, yang kemudian dipublikasikan bagi pemesan dalam bentuk siap pakai. Dalam penggunaan data ini, informasi tersebut disimpan dalam folder “20060816_4_310361_GEO2AXI” (terlampir) sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang terkoreksi secara geometrik dengan nama FILE
Sumber kesalahan umum yang terjadi dan parameter koreksinya telah diketahui adalah efek kelengkungan bumi. Sinyal pantulan obyek dalam perjalanannya menuju sensor satelit dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, dimana hal ini secara geometrik menyebabkan pergeseran bayangan obyek pada citra satelit, nilai pada data ini adalah:
- Sun angles (derajat) Azimut: 52.4 Elevation: 57.5
- Orientation angle 8.9° (gambar 4.9)
- Incidence angle R14.1°
Gambar 4.9: Ilustrasi pergeseran arah utara terhadap Orientation angle
- Koreksi Radiometric
Koreksi radiometri ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan. (Projo Danoedoro, 1996).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penyesuaian histogram. Pemilihan metode ini dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup sederhana, waktu yang digunakan untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit. Asumsi dari metode ini adalah dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral yang paling rendah seharusnya bernilai 0. Apabila nilai ini ternyata melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai offset dan koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan offset-nya.
Gambar 4.10: grafik Histogram Sebelum Koreksi Radiometrik
Dari ketiga grafik histogram tersebut, angka yang terlihat pada Actual Input Limits yaitu angka 65 merupakan nilai piksel terendah dan angka 254 adalah nilai piksel tertinggi untuk band merah, 30 to 254 untuk hijau dan 8 to 254 untuk biru. Menurut metode Histogram Adjustment, nilai piksel terendah haruslah nol (0) dan bila tidak demikian berarti nilai tersebut adalah nilai bias yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan koreksi radiometrik citra.
Setelah mengetahui nilai bias dari citra, maka pada Algorithm Window melalui Formula Editor, semua nilai (65:red, 30:green, dan 8:blue) tersebut dikurangkan dengan INPUT1 hingga menjadi 0. Pada gambar 4.11, menunjukkan perubahan grafik histogram setelah koreksi radiometrik dimana nilai input terndah adalah 0 (red: 0 to 179, green: 0 to 179, dan blue: 0 to 248).
Gambar 4.11 Grafik Histogram Setelah Koreksi Radiometrik
Gambar 4.12 menampilkan hasil layout peta citra SPOT4 Kabupaten Takalar yang merupakan hasil dari koreksi Radiometri dan Geometrik dalam komposit R:3, G:2, dan B1.
Gambar 4.12 Citra SAtelit SPOT 4 Setelah Koreksi Radiometrik dan Geometrik
- Pemotongan Citra
Pemotongan data citra dilakukan pada scene citra (K-J identification 310-361) bagian selatan Sulawesi yang mengcover kearah timur laut, dimana tidak semua data yang tercakup dalam scene tersebut dibutuhkan, maka scene tersebut dipotong sesuai dengan lokasi kajian penelitian yaitu Pulau Tanakeke. Pemotongan citra dilakukan agar analisis data terpusat pada objek dan daerah yang diteliti.
Gambar 4.13: Raster Perbandingan Sebelum Pemotongan dan Setelah Pemotongan Citra
Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Koordinat Sebelum dan Setelah Pemotongan
Sebelum Pemotongan | Setelah Pemotongan | ||
Koordinat | Koordinat | ||
X | Y | X | Y |
119° 7' 13.37124" | -5° 11' 54.76956" | 119° 14' 25.5264" | -5° 26' 36.564" |
119° 46' 54.92964" | -5° 11' 42.591408" | 119° 19' 42.3228" | -5° 26' 35.3652" |
119° 7' 17.44932" | -5° 49' 35.82534" | 119° 19' 43.6476" | -5° 32' 29.1552" |
119° 47' 3.08544" | -5° 49' 19.587828" | 119° 14' 29.1264" | -5° 32' 30.3468" |
Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007
- Transformasi Indeks Vegetasi
Transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dilakukan pada Citra SPOT 4 sesuai dengan formulanya, sehingga menghasilkan raster citra hasil transformasi NDVI (gambar 4.14).
Untuk mengetahui jumlah kelas kerapatan mangrove maka diperlukan transformasi sehingga menghasilkan nilai histogram sebagai berikut:
Gambar 4.14: Histogram Transformasi NDVI Pulau Tanakeke
Nilai pantulan spektral NDVI vegetasi mangrove berdasarkan nilai histogramnya maka kelas mangrove dibagi dalam 3 (tiga) kelas kerapatan yaitu mangrove kerapatan jarang, mangrove kerapatan sedang dan mangrove kerapatan padat. Pembagian kelas kerapatan ini masih bersifat subyektif karena belum ada penelitian yang menerangkan seberapa besar nilai histogram NDVI dua dimensi yang secara pasti mewakili suatu nilai kerapatan tertentu. Selang nilai NDVI untuk berbagai kerapatan tiap daerah berbeda. Hasil transformasi nilai NDVI citra tahun 2006 berdasarkan nilai histogramnya, maka diperoleh kelas kerapatan vegetasi mangrove kedalam tiga kelas kerapatan yang disajikan pada peta Tingkat Kerapatan Mangrove Kabupaten Takalar (gambar 4.15).
Tabel 4.3 Kelas Kerapatan Hutan Mangrove di Pulau Tanakeke
Kelas | Kisaran Nilai NDVI | Luas | Persentase |
Mangrove | Hasil Transformasi | (Ha) | Luasan |
Jarang | 0.1 - 0.15 | 336,932 | 44.2 |
Sedang | 0.16 - 0.20 | 206,73 | 27.13 |
Padat | 0.21 - 0.42 | 218,36 | 28.6 |
Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007
Dimana nilai NDVI berkisar -1 sampai 1, dengan pendekatan rasio antara kelas mangrove padat dengan mangrove jarang berarti makin tinggi nilai rasio tersebut (nilai max = 1), maka makin baik kualitas mangrove setempat (Dewanti, 1999) dimana rasio yang diperoleh dari transformasi yaitu 0,57.
Gambar 4.15: Peta Tingkat Kerapatan Mangrove Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar
- Klasifikasi Multispektral
a. Pemilihan band spektral
Mengidentifikasi vegetasi mangrove melalui penginderaan jauh dapat didasarkan atas dua sifat penting dari vegetasi mangrove yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di daerah pesisir. Kedua hal ini akan menjadi pertimbangan penting di dalam mendeteksi hutan mangrove melalui satelit, sifat optik klorofil sangat khas karena klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah. Klorofil fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air yang kuat menyerap spektrum infra merah. Tanah, pasir, dan batuan juga memantulkan tetapi tidak menyerap spektrum sinar merah sehingga tanah dan mangrove secara optik juga dapat dibedakan.
VGT (Végetation) merupakan pengindera tambahan yang diusung oleh SPOT 4 Pengindera ini mempergunakan metode penyiaman elektronik (CCD) untuk mempertajam kenampkan pada visualisasi pengamatan vegetasi.
Vegetasi mangrove dan vegetasi yang lain memang mempunyai sifat optik yang hampir sama dan sulit dibedakan tetapi mengingat mangrove hidup di pinggir pantai dekat dengan air laut, maka biasanya antara keduanya dapat dipisahkan dengan memperhitungkan jarak pengaruh air laut. Areal Mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar menjadi batas luar areal tambak dan batas antara perairan dan pantai. Pada penelitian ini, band yang dikompositkan adalah band 321 yang disajikan pada gambar 4.16.
XS 3 1.36605 W/m2/sr/µm (inframerah gelombang pendek) dalam komposit 321 diberi warna merah (Red) diperuntukkan dalam penonjolan vegetasi karena pada kisaran XS 3 vegetasi akan merefleksikan radiasi gelombang elektromagnetik paling besar. Pada kombinasi 321, vegetasi mempunyai kenampakan berwarna merah cerah sampai merah gelap, sedangkan untuk obyek lain ditampilkan warna beraneka ragam.
XS 2 1.84103 W/m2/sr/µm pada spektrum inframerah dekat dalam komposit 321 diberi warna hijau (Green). Pada kisaran panjang gelombang tersebut tanah dengan kenampakan berwarna hijau terang karena tanah merefleksikan radiasi gelombang elektromagnetik yang optimal
XS 1 1.37003 W/m2/sr/µm pada spektrum merah dalam komposit 321 diberi warna biru (Blue) merupakan Band penyerap klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi. Pada XS 1 pantulan nilai air cukup tinggi dibandingkan nilai pada XS 3 dan XS 2. Karena XS 1 menyerap klorofil maka nilai pantulan vegetasi cukup rendah. Air merupakan obyek yang banyak menyerap gelombang elektromagnetik yang datang, sehingga kenampakan air cenderung gelap. Mangrove merupakan vegetasi yang berada dilahan basah, karena itu kenampakan mangrove terlihat lebih gelap bila dibandingkan dengan vegetasi lainnya yang berada di lahan kering.
Gambar 4.16: Citra komposit 321 Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar
b. Hasil visualisasi obyek pada citra
Dalam rangkaian pengolahan data citra pada penelitian ini, visualisasi obyek pada citra komposit 321 (
a. Daratan; meliputi:
- Kebun Campuran/Sawah; rona agak terang dan didominasi oleh warna biru gelap, tekstur sedikit halus menyebar diantara lahan kosong, terkadang sporadis dan menyela pada pemukiman.
- Pemukiman; pada citra terlihat menyebar berupa titik-titik dengan piksel yang cerah dan berbatasan dengan lahan lokasi aktifitas penduduk berupa tambak dan piksel cerah yang menyatu di sekitar pantai. Untuk di wilayah daratan yang lebih luas, tersebar memanjang yang berasosiasi dengan jalan yang menampakkan garis lurus dan bersudut.
b. Mangrove; terlihat dengan rona cerah , dan berwarna putih cerah sampai hijau. Tekstur agak halus dengan asosiasi berada dekat dengan perairan, pantai dan tambak.
Warna merah merupakan reflektansi vegetasi pada kanal inframerah dekat dimana kegelapan yang menghasilkan hijau dengan tekstur halus merupakan reflektansi tanah berair pada kanal inframerah. Mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil). Sifat optik klorofil sangat khas yaitu bahwa klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah. Klorofil fitoplankton yang berada di laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air sangat menyerap spektrum infra merah.
c. Perairan; Perairan dan laut dangkal dengan rona coklat muda, bertekstur halus. Sedangkan laut dalam dengan rona gelap, warna biru tua. Paerairan yang tersebar di wilayah daratan yang bukan tambak merupakan masih adanya pengaruh dari pasang tertinggi laut.
d. Tambak; untuk tambak yang terlihat dengan rona coklat muda, hijau gelap sampai putih cerah, dengan rona terang dan tekstur halus. Pada kenampakannya di citra sangat mudah dikenali dalam desain tambak yang berasosiasi dengan pola pematang megelilingi tambak.
- Analisis Data SPOT4
a. Klasifikasi Citra untuk Penggunaan Lahan
Dengan kenampakan visual kombinasi band 321 (
Tabel 4.4: Kelas klasifikasi hasil pengolahan dengan ErMapper
No. | Nama | Kelas Klasifikasi | Keterangan | |
1 | Laut | 1-4,9-10,13,28-35,38,40-42,46-53,60-75,157-165,169-173. | Biru | |
2 | Tambak | 5-8,11-12,14-19,24-25,39,43-45,54-59,91-95,138-156,166-168,174-186,212-228,244-255. | Putih | |
3 | Mangrove | 76-89,105-117,125-137. | Hijau | |
4 | Lahan Kosong/Tegalan | 20-23,26-27,96-104. | Coklat Tua | |
5 | Semak Belukar | 187-211. | Coklat Muda | |
6 | Kebun Campuran | 118-124 | Hijau Tua |
Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007
Dari hasil klasifikasi citra SPOT 4 tahun 2006, secara umum terdiri dari 6 kategori utama yaitu laut yang diperlihatkan dengan warna biru, tambak diperlihatkan dengan warna putih, mangrove diperlihatkan dengan warna hijau, lahan kosong/tegalan diperlihatkan dengan tampilan coklat tua, semak belukar diperlihatkan dengan tampilan hijau muda dan kebun campuran diperlihatkan dengan hijau tua. Hasil analisa ErMapper tersebut kemudian dikonversi kedalam Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan menggunakan software Map Info untuk menghasilkan peta penggunaan lahan (gambar 4.17).
Gambar 4.17: Peta Penggunaan Lahan Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar
Untuk mengetahui peran sebaran mangrove dari kondisi penggunaan lahan, maka dilakukan analisis didalam SIG dengan membuat transek (lampiran 4). Hasil transek terebut ketika disajikan dalam diagram menunjukkan bahwa mangrove memiliki peran penting dalam perlindungan kawasan daratan utamanya keberadaan tambak yang sangat mendukung perekonomian masyarakat Tanakeke.
Gambar 4.18: Hasil Analisa Transek Pulau Tanakeke
Dari hasil transek tersebut tampak bahwa zona magrove menjadi benteng perlindungan tambak dan daratan dari laut yang menjadi zona terluar di pulau Tanakeke. Peran laut dan selat yang mengakibatkan erosi dan abrasi yang berlebihan merupakan salah satu dari faktor penyebab rusaknya tambak di Pulau Tanakeke. Salah satu fungsi mangrove dalam membenentengi tambak disini adalah menjadi fungsi kontrol dari sedimentasi pecahan karang yang dibawah oleh gelombang laut kewilayah daratan atau pesisir tanakeke.
b. Klasifikasi Citra untuk Kelas Mangrove
Dari hasil identifikasi lapangan dan analisa, ditemukan 4 kelas mangrove yaitu Rhyzophora spp, Rhyzophora Stylosa, Sonneratia Alba, dan Aviccennia Alba. Di Pulau Tanakeke masih berpotensi untuk terdapat berbagai jenis lain diluar keempat jenis mangrove tersebut, hal ini disadari karena keterbatasan peneliti untuk melakukan eksplorasi mengidentifikasi seluruh jenis mangrove yang ada di seluruh Pulau Tanakeke.
Berikut pemaparan hasil pengamatan lapangan;
- Rhyzophora spp, yang tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) yang berfungsi untuk bertahan dari gelombang laut.
- Rhyzophora Stylosa dan Sonneratia Alba tumbuh diatas pasir berlumpur.
- Avicennia marina hidup pada laut yang lebih tenang, pangkal batang dikelilingi oleh semacam akar nafas berbetuk kerucut langsing, rapat, dan menjulang tinggi.
Persebaran keempat jenis mangrove tersebut ditampilkan pada gambar 4.18 dalam bentuk peta persebaran jenis mangrove.
Gambar 4.19: Peta sebaran jenis mangrove Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar
- Pemilihan Daerah Sampel
Pemilihan Daerah atau titik sampel dilakukan setelah proses pengklasifikasian. Titik sampel ini ditentukan dengan tujuan untuk memperoleh data lapangan berupa kerapatan jenis mangrove. Data lapangan ini menjadi pengujian kebenaran lapangan (Ground Truth) dengan hasil pengolahan citra. Kegiatan ini mengacu pada hasil pengolahan citra dengan memilih daerah atau titik-titik koordinat sampel dengan mempertimbangkan distribusi kelas mangrove, keterwakilan wilayah yang ada di Pulau Tanakeke serta kemudahan jangkauan.(Lihat di tabel 4.5).
C. Kerja Lapangan
Kegiatan kerja lapangan mencakup uji lapangan serta Pengambilan data kerapatan jenis mangrove pada titik sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari pengumpulan data lapangan ini merupakan data kondisi lapangan sebenarnya, yang kemudian akhirnya akan dicocokkan dengan hasil interpretasi citra.
Hasil pengecekan lapangan (ground truth), didapatkan kerapatan jenis mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar untuk masing-masing kelas kerapatan pada tabel berikut:
Tabel 4.5: Kelas kerapatan mangrove berdasarkan tegakan pohon
Kelas | Koordinat | Jumlah Tegakan | |
Mangrove | X | Y | Pohon ( |
| 119.30599 | -5.466781 | 14 |
| 119.279107 | -5.453404 | 25 |
Jarang | 119.251523 | -5.503138 | 63 |
| 119.261061 | -5.525155 | 41 |
| 119.31579 | -5.50187 | 72 |
| 119.29989 | -5.464202 | 183 |
| 119.273275 | -5.454109 | 200 |
Sedang | 119.250979 | -5.505657 | 154 |
| 119.25845 | -5.521688 | 177 |
| 119.318025 | -5.501606 | 191 |
| 119.304023 | -5.464698 | 250 |
| 119.275313 | -5.452523 | 225 |
Padat | 119.251878 | -5.506933 | 270 |
| 119.259283 | -5.522389 | 220 |
| 119.315996 | -5.500163 | 236 |
Sumber: Hasil olah data primer, November 2007
D. Ketelitian Hasil Klasifikasi
Kushardono, (1998) dalam Suparjo, (1999), Ketelitian hasil klasifikasi dihitung dengan cara membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi hasil pengecekan lapangan, disajikan pada tabel 4.6.
Uji Ketelitian hasil interpretasi dimaksud untuk menguji kebenaran hasil klasifikasi, serta untuk membuktikan bahwa letak kelas kelas mangrove dapat dikenali melalui analisis data digital SPOT 4. Uji ketelitian ini menggunakan matriks uji ketelitian Short (1982) dalam Amran (1999). Hasil Pengujian sampel terhadap 15 piksel yang disajikan pada tabel 4.6.
Jumlah Pixel Hasil interpretasi yang benar
Ketelitian hasil interpretasi = X 100 %
Jumlah Pixel Sampel yang diamati
4 + 5 + 5
= X 100 %
15
= 93.33 %.
Tabel 4.6: Hasil pengujian sampel klasifikasi
| Kategori Hasil Interpretasi | Jumlah | |||
Mangrove Jarang | Mangrove Sedang | Mangrove Padat | |||
Hasil Lapangan | Mangrove Jarang | 4 | - | - | 4 |
Mangrove Sedang | - | 5 | - | 5 | |
Mangrove Padat | - | 1 | 5 | 5 | |
Jumlah | 4 | 6 | 5 | 5 |
Sumber: Hasil olah data primer, November 2007
Anderson, dkk, (1976) dalam Amran (1999), ketelitian hasil interpretasi dikategorikan baik apabila mempunyai nilai minimun sebesar 85 %. Nilai yang diperoleh untuk uji ketlitian diperoleh sebesar 93.33%, jadi dapat dikatakan ketelitian dalam analisis citra SPOT 4 baik.
E. Perhitungan data dan Analisa Data
Hasil data lapangan yang telah diperoleh selanjutnya diolah statistik berupa pengolahan kerapatan jenis, analisa regresi dan analisa korelasi.
1. Kerapatan Jenis Mangrove
Kerapatan jenis adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area (Bengen, 2000). Kerapatan jenis mangrove yang diperoleh sesuai dengan titik kordinat dalam proyeksi degrees yaitu nilai maksimal 2,36 ind/m² dan nilai minimal adalah 0,14 ind/m².
Tabel 4.7: Jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area
Kelas | Koordinat | Kerapatan Jenis | |
Mangrove | Y (Longitude) | X (Latitude) | (ind/m2) |
| 119.30599 | -5.466781 | 0.14 |
| 119.279107 | -5.453404 | 0.25 |
Jarang | 119.251523 | -5.503138 | 0.63 |
| 119.261061 | -5.525155 | 0.41 |
| 119.31579 | -5.50187 | 0.72 |
| 119.29989 | -5.464202 | 1.83 |
| 119.273275 | -5.454109 | 2 |
Sedang | 119.250979 | -5.505657 | 1.54 |
| 119.25845 | -5.521688 | 1.77 |
| 119.318025 | -5.501606 | 1.91 |
| 119.304023 | -5.464698 | 2.5 |
| 119.275313 | -5.452523 | 2.25 |
Padat | 119.251878 | -5.506933 | 2.7 |
| 119.259283 | -5.522389 | 2.2 |
| 119.315996 | -5.500163 | 2.36 |
Sumber: Hasil olah data primer, November 2007
2. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)
Kisaran nilai dari Normalized Difference Vegetation Index untuk analisa regresi adalah nilai analisa yang menyatakan hubungan fungsional variabel yang dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik (Sudjana, 1996). Dalam analisis statistik yang membandingkan nilai kerapatan jenis mangrove dengan nilai transformasi NDVI yang dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan matematik ini menyatakan hubungan antara sebuah variabel tak bebas (Y) dengan sebuah variabel bebas (X).
Variabel X adalah Kerapatan jenis dan NDVI adalah variabel Y, sehingga mempunyai persamaan regresi. Dalam hal ini Ŷ = a + bX, sehingga diperoleh persamaan : Ŷ = 0,78+0,0229X (lihat lampiran 2)
Persamaan regresi NDVI diatas menunjukkan nilai koefisien b (koefisien arah) yang menyatakan perubahan rata-rata variabel X (kerapatan jenis) untuk setiap perubahan variabel Y (NDVI) adalah bertanda positif. Sudjana,.(1996) bahwa perubahan pertambahan apabila b bertanda positif dan penurunan bila b bertanda negatif. Demikian hal dengan nilai b = 0,0229 (positif) sehingga dapat dikatakan bahwa pertambahan X (kerapatan mangrove) akan mengakibatkan (NDVI) bertambah. Pertambahan rata-rata Kerapatan Jenis dan NDVI sebesar 0,0229 dengan grafik hubungan sebagai berikutberikut :
Gambar 4.20: Grafik Hubungan NDVI dengan Kerapatan Jenis Mangrove
Korelasi adalah analisa tentang derajat keeratan hubungan antara variabel-variabel. (Sudjana.,1996). Dalam analisa ini dinyatakan dalam koefisien korelasi. Hubungan antara Kerapatan jenis (i) atau X dengan nilai transformasi atau Y (NDVI) dapat bersifat :
a. Positif, artinya jika X naik (turun) maka Y naik (turun).
b. Negatif, artinya jika X naik (turun) maka Y turun (naik).
c. Bebas, artinya naik turunya Y tidak dipengaruhi oleh X.
dimana, nilai r (korelasi) berkisar antara -1 sampai +1.
Rata-rata (mean) dan simpangan baku (standart deviation) rata rata untuk nilai kerapatan jenis 1,5473 dan simpangan baku 0,87691 Nilai rata-rata NDVI adalah 0,4327 dan simpangan baku adalah 0,21482 Standar Erornya sebesar 0,42.
Derajat keeratan hubungan antara variabel kerapatan jenis mangrove dengan NDVI serta pengaruh NDVI terhadap nilai kerapatan jenis mangrove. Nilai r sebesar 0,936, menyatakan besarnya derajat keeratan hubungan anatara kerapatan dengan NDVI. Koefisien Determinasi (R Square= r²), maka r² = 0,876, menyatakan besarnya pengaruh variabel NDVI terhadap kerapatan mangrove. Artinya 87,6% besarnya NDVI ditentukan oleh kerapatan, sedangkan sisanya sebesar 12,4% ditentukan oleh faktor lain. Nilai F sebesar 91,540 dengan probalitas 0,000 (lebih kecil dari taraf nyata 0,01) dengan demikian dapat dinyatakan hubungan anatara variabel NDVI dengan kerapatan dalam persamaan regresi Ŷ = 0,78+0,0229X bersifat nyata.
Kisaran nilai anatara variabel Kerapatan Jenis Mangrove dengan Transformasi NDVI menunjukkan hubungan yang bersifat positif, sehingga kerapatan Jenis naik (turun) maka NDVI akan naik(turun).
1 komentar:
penelitiannya sgt bagus dan bermanfaat
saya ingin bertanya mengenai analisa regresi yang saudara gunakan
koefisien a dan b didapat dari mana?
dan bagaimana cara perhitungannya hingga mendapatkan koefisien tersebut. Terimakasih atas perhatiannya
Posting Komentar