1/11/2009

PENGOLAHAN CITRA SPOT4




B.     Pengolahan Citra SPOT4

  1. Koreksi Geometrik

Sebelum citra ini didistribusikan, distorsi geometrik yang bersifat sistematik sudah dikoreksi oleh pengelola satelit. Hal ini disebabkan parameter-parameter kalibrasi hanya diketahui oleh pemilik satelit, yang kemudian dipublikasikan bagi pemesan dalam bentuk siap pakai. Dalam penggunaan data ini, informasi tersebut disimpan dalam folder “20060816_4_310361_GEO2AXI” (terlampir) sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang terkoreksi secara geometrik dengan nama FILE yang tersimpan dalam folder SPOT 4 SCENE 2.

Sumber kesalahan umum yang terjadi dan parameter koreksinya telah diketahui adalah efek kelengkungan bumi. Sinyal pantulan obyek dalam perjalanannya menuju sensor satelit dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, dimana hal ini secara geometrik menyebabkan pergeseran bayangan obyek pada citra satelit, nilai pada data ini adalah:

-      Sun angles (derajat) Azimut: 52.4 Elevation: 57.5

-      Orientation angle 8.9° (gambar 4.9)

-      Incidence angle R14.1°

Gambar 4.9: Ilustrasi pergeseran arah utara terhadap Orientation angle

  1. Koreksi Radiometric

Koreksi radiometri ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan. (Projo Danoedoro, 1996).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penyesuaian histogram. Pemilihan metode ini dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup sederhana, waktu yang digunakan untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit. Asumsi dari metode ini adalah dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral yang paling rendah seharusnya bernilai 0. Apabila nilai ini ternyata melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai offset dan koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan offset-nya.

Gambar 4.10: grafik Histogram Sebelum Koreksi Radiometrik

Dari ketiga grafik histogram tersebut, angka yang terlihat pada Actual Input Limits yaitu angka 65 merupakan nilai piksel terendah dan angka 254 adalah nilai piksel tertinggi untuk band merah, 30 to 254 untuk hijau dan 8 to 254 untuk biru. Menurut metode Histogram Adjustment, nilai piksel terendah haruslah nol (0) dan bila tidak demikian berarti nilai tersebut adalah nilai bias yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan koreksi radiometrik citra.

Setelah mengetahui nilai bias dari citra, maka pada Algorithm Window melalui Formula Editor, semua nilai (65:red, 30:green, dan 8:blue) tersebut dikurangkan dengan INPUT1 hingga menjadi 0. Pada gambar 4.11, menunjukkan perubahan grafik histogram setelah koreksi radiometrik dimana nilai input terndah adalah 0 (red: 0 to 179, green: 0 to 179, dan blue: 0 to 248). 

Gambar 4.11 Grafik Histogram Setelah Koreksi Radiometrik

            Gambar 4.12 menampilkan hasil layout peta citra SPOT4 Kabupaten Takalar yang merupakan hasil dari koreksi Radiometri dan Geometrik dalam komposit R:3, G:2, dan B1.

Gambar 4.12 Citra SAtelit SPOT  4 Setelah Koreksi Radiometrik dan Geometrik

  1. Pemotongan Citra

Pemotongan data citra dilakukan pada scene citra (K-J identification 310-361) bagian selatan Sulawesi yang mengcover kearah timur laut, dimana tidak semua data yang tercakup dalam scene tersebut dibutuhkan, maka scene tersebut dipotong sesuai dengan lokasi kajian penelitian yaitu Pulau Tanakeke. Pemotongan citra dilakukan agar analisis data terpusat pada objek dan daerah yang diteliti. 

Gambar 4.13: Raster  Perbandingan Sebelum Pemotongan dan Setelah Pemotongan Citra

 Pemotongan ini  dilakukan setelah koreksi radiometrik  pada  gambar  4.13  merupakan  raster  perbandingan sebelum pemotongan dan setelah pemotongan citra. Berikut tabel perbandingan nilai koordinat sebelum pemotongan dan setelah pemotongan citra:

Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Koordinat Sebelum dan Setelah Pemotongan

Sebelum Pemotongan

Setelah Pemotongan

Koordinat

Koordinat

X

Y

X

Y

119° 7' 13.37124"

-5° 11' 54.76956"

119° 14' 25.5264"

-5° 26' 36.564"

119° 46' 54.92964"

-5° 11' 42.591408"

119° 19' 42.3228"

-5° 26' 35.3652"

119° 7' 17.44932"

-5° 49' 35.82534"

119° 19' 43.6476"

-5° 32' 29.1552"

119° 47' 3.08544"

-5° 49' 19.587828"

119° 14' 29.1264"

-5° 32' 30.3468"

Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007

 

  1. Transformasi Indeks Vegetasi

Transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dilakukan pada Citra SPOT 4 sesuai dengan formulanya, sehingga menghasilkan raster citra hasil transformasi NDVI (gambar 4.14).

Untuk mengetahui jumlah kelas kerapatan mangrove maka diperlukan transformasi sehingga menghasilkan nilai histogram sebagai berikut: 

Gambar 4.14: Histogram Transformasi NDVI Pulau Tanakeke 

Nilai pantulan spektral NDVI vegetasi mangrove berdasarkan nilai histogramnya maka kelas mangrove dibagi dalam 3 (tiga) kelas kerapatan yaitu mangrove kerapatan jarang, mangrove kerapatan sedang dan mangrove kerapatan padat.  Pembagian kelas kerapatan ini masih bersifat subyektif karena belum ada penelitian yang menerangkan seberapa besar nilai histogram NDVI dua dimensi yang secara pasti mewakili suatu nilai kerapatan tertentu. Selang nilai NDVI untuk berbagai kerapatan tiap daerah berbeda.  Hasil transformasi nilai NDVI citra tahun 2006 berdasarkan nilai histogramnya, maka diperoleh kelas kerapatan vegetasi mangrove kedalam tiga kelas kerapatan yang disajikan pada peta Tingkat Kerapatan Mangrove  Kabupaten Takalar (gambar 4.15).

Tabel 4.3 Kelas Kerapatan Hutan Mangrove di Pulau Tanakeke

Kelas

Kisaran Nilai NDVI

Luas

Persentase

Mangrove

Hasil Transformasi

(Ha)

Luasan

Jarang

0.1 - 0.15

336,932

44.2

Sedang

0.16 - 0.20

206,73

27.13

Padat

0.21 - 0.42

218,36

28.6

     Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007

            Dimana nilai NDVI berkisar -1 sampai 1, dengan pendekatan rasio antara kelas mangrove padat dengan mangrove jarang berarti makin tinggi nilai rasio tersebut (nilai max = 1), maka makin baik kualitas mangrove setempat (Dewanti, 1999) dimana rasio yang diperoleh dari transformasi yaitu  0,57.

Gambar 4.15: Peta Tingkat Kerapatan Mangrove Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar 

  1. Klasifikasi Multispektral

a. Pemilihan band spektral

Mengidentifikasi vegetasi mangrove melalui penginderaan jauh dapat didasarkan atas dua sifat penting dari vegetasi mangrove yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil) dan mangrove tumbuh di daerah pesisir. Kedua hal ini akan menjadi pertimbangan penting di dalam mendeteksi hutan mangrove melalui satelit, sifat optik klorofil sangat khas karena klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah. Klorofil fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air yang kuat menyerap spektrum infra merah. Tanah, pasir, dan batuan juga memantulkan tetapi tidak menyerap spektrum sinar merah sehingga tanah dan mangrove secara optik juga dapat dibedakan.

VGT (Végetation) merupakan pengindera tambahan yang diusung oleh SPOT 4 Pengindera ini mempergunakan metode penyiaman elektronik (CCD) untuk mempertajam kenampkan pada visualisasi pengamatan vegetasi.

Vegetasi mangrove dan vegetasi yang lain memang mempunyai sifat optik yang hampir sama dan sulit dibedakan tetapi mengingat mangrove hidup di pinggir pantai dekat dengan air laut, maka biasanya antara keduanya dapat dipisahkan dengan memperhitungkan jarak pengaruh air laut. Areal Mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar menjadi batas luar areal tambak dan batas antara perairan dan pantai. Pada penelitian ini, band yang dikompositkan adalah band 321 yang disajikan pada gambar 4.16.

XS 3 1.36605 W/m2/sr/µm (inframerah gelombang pendek) dalam komposit 321 diberi warna merah (Red) diperuntukkan dalam penonjolan vegetasi karena pada kisaran XS 3 vegetasi akan merefleksikan radiasi gelombang elektromagnetik paling besar.  Pada kombinasi 321, vegetasi mempunyai kenampakan berwarna merah cerah sampai merah gelap, sedangkan untuk obyek lain ditampilkan warna beraneka ragam.

XS 2 1.84103 W/m2/sr/µm pada spektrum inframerah dekat dalam komposit 321 diberi warna hijau (Green). Pada kisaran panjang gelombang tersebut tanah dengan kenampakan berwarna hijau terang karena tanah merefleksikan radiasi gelombang elektromagnetik yang optimal

XS 1 1.37003  W/m2/sr/µm pada spektrum merah dalam komposit 321 diberi warna biru (Blue) merupakan Band penyerap klorofil dan memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi.  Pada XS 1 pantulan nilai air cukup tinggi dibandingkan nilai pada XS 3 dan XS 2.  Karena XS 1 menyerap klorofil maka nilai pantulan vegetasi cukup rendah. Air merupakan obyek yang banyak menyerap gelombang elektromagnetik yang datang, sehingga kenampakan air cenderung gelap. Mangrove merupakan vegetasi yang berada dilahan basah, karena itu kenampakan mangrove terlihat lebih gelap bila dibandingkan dengan vegetasi lainnya yang berada di lahan kering. 

Gambar  4.16: Citra komposit 321 Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar 

      b. Hasil visualisasi obyek pada citra

        Dalam rangkaian pengolahan data citra pada penelitian ini, visualisasi obyek pada citra komposit 321 (RGB) dalam pengamatan dipaparkan sebagai berikut;

a. Daratan; meliputi:

- Kebun Campuran/Sawah; rona agak terang dan didominasi oleh warna biru gelap, tekstur sedikit halus menyebar diantara lahan kosong, terkadang sporadis dan menyela pada pemukiman.

- Pemukiman; pada citra terlihat menyebar berupa titik-titik dengan piksel yang cerah dan berbatasan dengan lahan lokasi aktifitas penduduk berupa tambak dan piksel cerah yang menyatu di sekitar pantai. Untuk di wilayah daratan yang lebih luas, tersebar memanjang yang berasosiasi dengan jalan yang menampakkan garis lurus dan bersudut.

b. Mangrove; terlihat dengan rona cerah , dan berwarna putih cerah sampai hijau.  Tekstur agak halus dengan asosiasi berada dekat dengan perairan, pantai dan tambak.

      Warna merah merupakan reflektansi vegetasi pada kanal inframerah dekat dimana kegelapan yang menghasilkan hijau dengan tekstur halus merupakan reflektansi tanah berair pada kanal inframerah.  Mangrove mempunyai zat hijau daun (klorofil).  Sifat optik klorofil sangat khas yaitu bahwa klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum infra merah.  Klorofil fitoplankton yang berada di laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air sangat menyerap spektrum infra merah.

c.   Perairan; Perairan dan laut dangkal dengan rona coklat muda, bertekstur halus.  Sedangkan laut dalam dengan rona gelap, warna biru tua. Paerairan yang tersebar di wilayah daratan yang bukan tambak merupakan masih adanya pengaruh dari pasang tertinggi laut.

d.  Tambak; untuk tambak yang  terlihat dengan rona coklat muda, hijau gelap sampai putih cerah, dengan rona terang dan tekstur halus. Pada kenampakannya di citra sangat mudah dikenali dalam desain tambak yang berasosiasi dengan pola pematang megelilingi tambak.

  1. Analisis Data SPOT4

a.      Klasifikasi Citra untuk Penggunaan Lahan

Dengan kenampakan visual kombinasi band 321 (RGB) dan nilai reflektansinya selanjutnya dilakukan analisis digital citra SPOT 4 tahun 2006, maka Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar dapat diklasifikasikan kedalam 255 kelas.  Dari  255 kategori hingga pengklasifikasian kedalam 6 (enam) sub kategori, antara lain laut, tambak, mangrove, lahan kosong/tegalan, semak belukar kebun campuran. Berikut tabel hasil pengolahan data dari ErMapper dengan nilai kelasnya masing-masing:

Tabel 4.4: Kelas klasifikasi hasil pengolahan dengan ErMapper

No.

Nama

Kelas Klasifikasi

Keterangan

1

Laut

 1-4,9-10,13,28-35,38,40-42,46-53,60-75,157-165,169-173.

 Biru

2

Tambak

5-8,11-12,14-19,24-25,39,43-45,54-59,91-95,138-156,166-168,174-186,212-228,244-255.

Putih

3

Mangrove

76-89,105-117,125-137.

Hijau

4

Lahan Kosong/Tegalan

20-23,26-27,96-104.

Coklat Tua

5

Semak Belukar

187-211.

Coklat Muda

6

Kebun Campuran

118-124

Hijau Tua

 Sumber: Hasil pengolahan data primer, November 2007

Dari hasil klasifikasi citra SPOT 4 tahun 2006, secara umum terdiri dari 6 kategori utama yaitu laut yang diperlihatkan dengan warna  biru, tambak diperlihatkan dengan warna putih, mangrove diperlihatkan dengan warna hijau, lahan kosong/tegalan diperlihatkan dengan tampilan coklat tua, semak belukar diperlihatkan dengan tampilan hijau muda dan kebun campuran diperlihatkan dengan hijau tua. Hasil analisa ErMapper tersebut kemudian dikonversi kedalam Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan menggunakan software Map Info untuk menghasilkan peta penggunaan lahan (gambar 4.17).

Gambar 4.17: Peta Penggunaan Lahan Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar

Untuk mengetahui peran sebaran mangrove dari kondisi penggunaan lahan, maka dilakukan analisis didalam SIG dengan membuat transek (lampiran 4). Hasil transek terebut ketika disajikan dalam diagram menunjukkan bahwa mangrove memiliki peran penting dalam perlindungan kawasan daratan utamanya keberadaan tambak yang sangat mendukung perekonomian masyarakat Tanakeke.

Gambar 4.18: Hasil Analisa Transek Pulau Tanakeke 

Dari hasil transek tersebut tampak bahwa zona magrove menjadi benteng perlindungan tambak dan daratan dari laut yang menjadi zona terluar di pulau Tanakeke. Peran laut dan selat yang mengakibatkan erosi dan abrasi yang berlebihan merupakan salah satu dari faktor penyebab rusaknya tambak di Pulau Tanakeke. Salah satu fungsi mangrove dalam membenentengi tambak disini adalah menjadi fungsi kontrol dari sedimentasi pecahan karang yang dibawah oleh gelombang laut kewilayah daratan atau pesisir tanakeke.

b.      Klasifikasi Citra untuk Kelas Mangrove

Dari hasil identifikasi lapangan dan analisa, ditemukan 4 kelas mangrove yaitu Rhyzophora spp, Rhyzophora Stylosa, Sonneratia Alba, dan Aviccennia Alba. Di Pulau Tanakeke masih berpotensi untuk terdapat berbagai jenis lain diluar keempat jenis mangrove tersebut, hal ini disadari karena keterbatasan peneliti untuk melakukan eksplorasi mengidentifikasi seluruh jenis mangrove yang ada di seluruh Pulau Tanakeke.

Berikut pemaparan hasil pengamatan lapangan;

-      Rhyzophora spp, yang tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) yang berfungsi untuk bertahan dari gelombang laut.

-      Rhyzophora Stylosa dan Sonneratia Alba tumbuh diatas pasir berlumpur.

-      Avicennia marina hidup pada laut yang lebih tenang, pangkal batang dikelilingi oleh semacam akar nafas berbetuk kerucut langsing, rapat, dan menjulang tinggi.

Persebaran keempat jenis mangrove tersebut ditampilkan pada gambar 4.18 dalam bentuk peta persebaran jenis mangrove.

Gambar  4.19: Peta sebaran jenis mangrove Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar 

  1. Pemilihan Daerah Sampel

Pemilihan Daerah atau titik sampel dilakukan setelah proses pengklasifikasian. Titik sampel ini ditentukan dengan tujuan untuk memperoleh data lapangan berupa kerapatan jenis mangrove. Data lapangan ini menjadi pengujian kebenaran lapangan (Ground Truth) dengan hasil pengolahan citra. Kegiatan ini mengacu pada hasil pengolahan citra dengan memilih daerah atau titik-titik koordinat sampel dengan mempertimbangkan distribusi kelas mangrove, keterwakilan wilayah yang ada di Pulau Tanakeke serta kemudahan jangkauan.(Lihat di tabel 4.5).

C.    Kerja Lapangan

Kegiatan kerja lapangan mencakup uji lapangan serta Pengambilan data kerapatan jenis mangrove pada titik sampel yang telah ditentukan sebelumnya.  Hasil dari pengumpulan data lapangan ini merupakan data kondisi lapangan sebenarnya, yang kemudian akhirnya akan dicocokkan dengan hasil interpretasi citra.

            Hasil pengecekan lapangan (ground truth), didapatkan kerapatan jenis mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar untuk masing-masing kelas kerapatan pada tabel berikut:

Tabel 4.5: Kelas kerapatan mangrove berdasarkan tegakan pohon

Kelas

Koordinat

Jumlah Tegakan

Mangrove

X

Y

Pohon (ind)

 

119.30599

-5.466781

14

 

119.279107

-5.453404

25

Jarang

119.251523

-5.503138

63

 

119.261061

-5.525155

41

 

119.31579

-5.50187

72

 

119.29989

-5.464202

183

 

119.273275

-5.454109

200

Sedang

119.250979

-5.505657

154

 

119.25845

-5.521688

177

 

119.318025

-5.501606

191

 

119.304023

-5.464698

250

 

119.275313

-5.452523

225

Padat

119.251878

-5.506933

270

 

119.259283

-5.522389

220

 

119.315996

-5.500163

236

Sumber: Hasil olah data primer, November 2007

D.    Ketelitian Hasil Klasifikasi

Kushardono, (1998) dalam Suparjo, (1999), Ketelitian hasil klasifikasi dihitung dengan cara membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data referensi hasil pengecekan lapangan,  disajikan pada tabel 4.6.

Uji Ketelitian hasil interpretasi dimaksud untuk menguji kebenaran hasil klasifikasi, serta untuk membuktikan bahwa letak kelas kelas mangrove dapat dikenali melalui analisis data digital SPOT 4. Uji ketelitian ini menggunakan matriks uji ketelitian Short (1982) dalam Amran (1999). Hasil Pengujian sampel terhadap 15  piksel yang disajikan pada tabel 4.6.

 

 

                                                   Jumlah Pixel Hasil interpretasi yang benar

  Ketelitian hasil interpretasi   =                                                                        X 100 %

                                                   Jumlah Pixel Sampel yang diamati

                                                           4 + 5 + 5

                                                =                                  X 100 %

                                                               15

                                          =    93.33 %.

 

Tabel 4.6: Hasil pengujian sampel klasifikasi

 

Kategori Hasil Interpretasi

Jumlah

Mangrove Jarang

Mangrove Sedang

Mangrove Padat

Hasil Lapangan

Mangrove Jarang

4

-

-

4

Mangrove Sedang

-

5

-

5

Mangrove Padat

-

1

5

5

Jumlah

4

6

5

5

                   Sumber: Hasil olah data primer, November 2007

 

 

Anderson, dkk, (1976) dalam Amran (1999), ketelitian hasil interpretasi dikategorikan baik apabila  mempunyai nilai minimun sebesar 85 %. Nilai yang  diperoleh untuk uji ketlitian diperoleh sebesar 93.33%, jadi dapat dikatakan ketelitian dalam analisis citra SPOT 4 baik.

 

E.     Perhitungan data dan Analisa Data

Hasil data lapangan yang telah diperoleh selanjutnya diolah statistik berupa pengolahan kerapatan jenis, analisa regresi dan analisa korelasi.

1.      Kerapatan Jenis Mangrove

Kerapatan jenis adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area (Bengen, 2000). Kerapatan jenis mangrove yang diperoleh  sesuai dengan titik  kordinat dalam proyeksi degrees yaitu nilai maksimal 2,36 ind/m² dan nilai minimal adalah 0,14 ind/m².

Tabel 4.7:  Jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area

Kelas

Koordinat

Kerapatan Jenis

Mangrove

Y (Longitude)

X (Latitude)

(ind/m2)

 

119.30599

-5.466781

0.14

 

119.279107

-5.453404

0.25

Jarang

119.251523

-5.503138

0.63

 

119.261061

-5.525155

0.41

 

119.31579

-5.50187

0.72

 

119.29989

-5.464202

1.83

 

119.273275

-5.454109

2

Sedang

119.250979

-5.505657

1.54

 

119.25845

-5.521688

1.77

 

119.318025

-5.501606

1.91

 

119.304023

-5.464698

2.5

 

119.275313

-5.452523

2.25

Padat

119.251878

-5.506933

2.7

 

119.259283

-5.522389

2.2

 

119.315996

-5.500163

2.36

Sumber: Hasil olah data primer, November 2007

  

2.      Normalized Difference Vegetation Index  (NDVI)

Kisaran nilai dari Normalized Difference Vegetation Index untuk analisa regresi adalah nilai analisa yang menyatakan hubungan fungsional variabel yang dinyatakan dalam bentuk persamaan matematik (Sudjana, 1996). Dalam analisis statistik yang membandingkan nilai kerapatan jenis mangrove dengan nilai transformasi NDVI yang dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan matematik ini menyatakan hubungan antara sebuah variabel  tak bebas (Y) dengan sebuah variabel bebas (X). 

Variabel X adalah Kerapatan jenis dan NDVI adalah variabel Y, sehingga mempunyai persamaan regresi. Dalam hal ini Ŷ = a + bX, sehingga diperoleh persamaan : Ŷ = 0,78+0,0229X (lihat lampiran 2)

Persamaan regresi NDVI diatas menunjukkan nilai koefisien b (koefisien arah) yang menyatakan perubahan rata-rata variabel X (kerapatan jenis) untuk setiap perubahan variabel Y (NDVI) adalah bertanda positif. Sudjana,.(1996) bahwa perubahan pertambahan apabila b bertanda positif dan penurunan bila b bertanda negatif. Demikian hal dengan nilai b = 0,0229 (positif) sehingga dapat dikatakan bahwa pertambahan X (kerapatan mangrove) akan mengakibatkan (NDVI) bertambah. Pertambahan rata-rata Kerapatan Jenis dan NDVI sebesar 0,0229 dengan grafik hubungan sebagai berikutberikut : 

Gambar 4.20: Grafik Hubungan NDVI dengan Kerapatan Jenis Mangrove 

Korelasi adalah analisa tentang derajat keeratan hubungan antara variabel-variabel. (Sudjana.,1996). Dalam analisa ini dinyatakan dalam koefisien  korelasi. Hubungan antara Kerapatan jenis (i) atau X dengan nilai transformasi atau Y (NDVI) dapat bersifat :

a.       Positif, artinya jika X naik (turun) maka Y naik (turun).

b.      Negatif, artinya jika X naik (turun) maka Y turun (naik).

c.       Bebas, artinya naik turunya Y tidak dipengaruhi oleh X.

dimana, nilai r (korelasi) berkisar antara -1 sampai +1.

Rata-rata (mean) dan simpangan baku (standart deviation) rata rata untuk nilai kerapatan jenis 1,5473 dan simpangan baku 0,87691 Nilai rata-rata NDVI adalah 0,4327 dan simpangan baku adalah 0,21482 Standar Erornya sebesar 0,42.

Derajat keeratan hubungan antara variabel kerapatan jenis mangrove dengan  NDVI serta  pengaruh NDVI terhadap nilai kerapatan jenis mangrove. Nilai r sebesar 0,936, menyatakan besarnya derajat keeratan hubungan anatara kerapatan dengan NDVI. Koefisien Determinasi (R Square= r²), maka r² = 0,876, menyatakan besarnya pengaruh variabel  NDVI terhadap kerapatan mangrove. Artinya 87,6% besarnya NDVI ditentukan oleh kerapatan, sedangkan sisanya  sebesar 12,4% ditentukan oleh faktor lain. Nilai F sebesar 91,540 dengan probalitas 0,000 (lebih kecil dari taraf nyata 0,01) dengan demikian dapat dinyatakan hubungan anatara variabel NDVI dengan kerapatan dalam persamaan regresi Ŷ = 0,78+0,0229X bersifat nyata.

Kisaran nilai anatara variabel Kerapatan Jenis Mangrove dengan Transformasi NDVI menunjukkan hubungan yang bersifat positif, sehingga kerapatan Jenis naik (turun) maka NDVI akan naik(turun). 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

penelitiannya sgt bagus dan bermanfaat
saya ingin bertanya mengenai analisa regresi yang saudara gunakan
koefisien a dan b didapat dari mana?
dan bagaimana cara perhitungannya hingga mendapatkan koefisien tersebut. Terimakasih atas perhatiannya

Pulau Tanakeke